New Post: Politik Anggaran dan Pengaruhnya pada Dana Bansos dalam Pembangunan Sosial-Ekonomi Read

Perjuangan Menuju Kesetaraan: Apakah Perempuan Sudah Benar-benar Mandiri?

Perjuangan kemandirian perempuan menghadapi patriarki, budaya perkosaan, dan dinamika keluarga adalah inti dari perjalanan menuju kesetaraan gender.
4 mins Read
Perjuangan Menuju Kesetaraan: Apakah Perempuan Sudah Benar-benar Mandiri?
image: https://cdn.jsdelivr.net/gh/ajax-jquery/asset.sabdaliterasi.shop/main/2024-02-06-perjuangan-menuju-kesetaraan-apakah-perempuan-sudah-benarbenar-mandiri.jpg
Daftar Isi

Saat hendak memulai aktivitas pekerjaan hari ini, hal pertama yang saya perhatikan adalah tampilan Google. Hari ini terdapat perbedaan, Google Doodle mengenang ulang tahun Rasuna Said. Rasuna merupakan seorang pahlawan nasional yang gigih memperjuangkan hak pendidikan dan politik bagi perempuan. Bisa dikatakan bahwa Indonesia memiliki sejumlah pahlawan yang telah memperjuangkan hak-hak perempuan sejak lama, yang berdampak hingga saat ini.

Menurut informasi dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, terdapat lima hak dasar yang dimiliki oleh perempuan. Hak-hak tersebut telah disahkan dalam Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) pada tahun 1979 dalam konferensi Komisi Kedudukan Perempuan PBB. Hak-hak yang dilindungi dalam konvensi tersebut mencakup hak atas pekerjaan, hak dalam bidang kesehatan, hak atas pendidikan, hak dalam perkawinan dan keluarga, serta hak dalam kehidupan publik dan politik.

Adanya perlindungan hukum terhadap hak-hak perempuan menunjukkan adanya kemajuan dan peningkatan dalam masyarakat. Jika kita melihat pada zaman R.A. Kartini, perempuan dapat dinikahi tanpa izin dan hanya diizinkan belajar hingga usia sebelum dipingit, serta tidak diizinkan untuk bekerja. Saat ini, perempuan dapat dikatakan lebih beruntung dibandingkan dengan masa hidup pahlawan perempuan Indonesia, karena memiliki kemampuan untuk mandiri.

Namun, pertanyaannya, apakah perempuan sudah benar-benar mandiri sepenuhnya?

Pembatasan Gender di Rumah dan Tempat Kerja

Secara faktual, masih ada banyak tuntutan yang membatasi perempuan. Meskipun perempuan telah diberikan kebebasan untuk bekerja, bahkan setelah menikah, hak tersebut didukung dan dilindungi oleh undang-undang.

Hal ini memfasilitasi kemandirian finansial perempuan. Lebih lanjut, kemandirian ini juga mendukung ekonomi rumah tangga yang telah menikah, serta memberikan kontribusi kepada negara. Namun, hak yang diakui oleh negara belum tentu terwujud dengan baik dalam kehidupan sehari-hari. Masih ada banyak perempuan yang terjebak dalam peran ganda sebagai pekerja dan ibu rumah tangga. Kenyataannya, masih banyak laki-laki yang menuntut agar perempuan tetap menjalankan peran domestik ketika mereka berada di rumah—baik sebagai ibu, kakak atau adik perempuan, maupun sebagai anak.

Menurut jurnal Pertukaran Peran Domestik dan Publik Menurut Perspektif Wacana Sosial Halliday (oleh Umaimah Wahid dan Ferrari Lancia), masyarakat masih mempertahankan peran gender biner baik untuk perempuan maupun laki-laki.

Institusi pernikahan sering digunakan untuk mempertahankan peran gender biner yang memberatkan perempuan. Masyarakat yang menganut budaya patriarki menganggap perempuan sebagai makhluk yang harus taat. Konsep ini bahkan ditegaskan dengan peran suami sebagai kepala keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, Pasal 31 Ayat 3.

Di dunia kerja pun, perempuan sering diarahkan ke ranah domestik. Publik menuntut agar perempuan tetap menampilkan atribut feminin mereka. Perempuan sering kali diposisikan dalam ranah domestik yang selalu diidentifikasi sebagai pekerjaan khas perempuan.

Contohnya, adanya hambatan tak terlihat yang disebut "glass ceiling" bagi perempuan dalam mencapai posisi jajaran C level—CEO, CFO, CCO, dan posisi chief officer lainnya. Perempuan menghadapi hambatan yang tidak terlihat yang menghalangi mereka untuk mencapai posisi jajaran C level tersebut, hanya karena mereka perempuan dan dianggap tidak mampu bekerja sebaik laki-laki.

Menguak Ketidaksetaraan Gender dalam Dinamika Keluarga

Urusan rumah tangga sering kali diberikan beban yang lebih berat pada perempuan, bahkan terjadi ketidakseimbangan yang mencolok. Kegiatan domestik yang dilakukan oleh suami sering kali dianggap sebagai prestasi yang luar biasa.

Sebagai ilustrasi, dalam dinamika rumah tangga saya sendiri. Seringkali, ayah saya mendapat pujian dari teman-teman ibu saya karena mau membantu dalam pekerjaan rumah tangga, seperti menyapu, mengepel, mencuci pakaian dan piring, serta melakukan kegiatan domestik lainnya. Namun, dalam pandangan masyarakat, tugas utama ibu adalah selalu menyediakan makanan di meja, mengantarkan saya dan kakak laki-laki saya ke sekolah, serta melakukan belanja bulanan.

Ketika saya masih kecil, saya merasa bangga dengan pujian yang diterima oleh ayah saya, namun seiring bertambahnya usia, saya menyadari bahwa pandangan ini tidak adil terhadap ibu saya. Ibu saya seharusnya juga mendapatkan penghargaan yang setara.

Apalagi mengingat bahwa ibu saya memilih untuk tidak bekerja dan fokus sepenuhnya pada tugas membesarkan saya dan kakak laki-laki saya. Oleh karena itu, tugas membesarkan anak dan mencari nafkah seharusnya menjadi tanggung jawab kedua orang tua dan tidak perlu dipisahkan berdasarkan gender.

Budaya Perkosaan dan Tantangan Kemandirian Perempuan: Memahami Akar Patriarki dalam Menjaga Status Quo Gender

Kehadiran peran gender biner sendiri dipengaruhi oleh sistem patriarki, yang sering digunakan untuk menjaga status quo peran gender, bahkan hingga pada bentuk penindasan yang mempertahankan ketidaksetaraan.

Pandangan patriarki yang memprioritaskan laki-laki, mendominasi budaya heteronormatif dan menurunkan martabat perempuan. Oleh karena itu, patriarki menjadi akar dari kekerasan berbasis gender, seperti budaya perkosaan.

Budaya perkosaan adalah fenomena atau situasi di mana perkosaan atau kekerasan seksual dianggap wajar, baik disadari maupun tidak. Budaya ini muncul dari cara masyarakat patriarki melihat maskulinitas dan laki-laki. Masyarakat menganggap laki-laki dan maskulinitas sebagai yang tertinggi dalam hierarki, sedangkan feminitas dan perempuan dianggap rendah.

Budaya perkosaan merupakan ancaman serius bagi kemandirian perempuan. Terlebih lagi, budaya perkosaan dipertahankan oleh media dan budaya pop. Normalisasi budaya perkosaan seringkali dipertontonkan dalam media, budaya pop, kebijakan pemerintah, bahkan dalam kegiatan sehari-hari. Ini sejalan dengan budaya patriarki yang masih dihidupkan dalam masyarakat.

Kemandirian perempuan sulit tercapai sepenuhnya jika keamanan perempuan masih terancam. Penting bagi masyarakat untuk menyadari bahaya dari budaya perkosaan yang masih dianggap wajar. Hal ini penting bukan hanya untuk memastikan bahwa perempuan merasa aman dan mandiri, tetapi juga karena perempuan memiliki peran yang lebih luas dalam masyarakat daripada sekadar pembagian gender biner.

Menanggapi pertanyaan lama yang sering diajukan—terutama oleh mereka yang menentang feminisme—tentang apakah perempuan saat ini sudah mandiri? Jawabannya: masih dalam proses perjuangan. Selama masih ada penindasan, tidak ada yang benar-benar merdeka!

About Us

Platform yang menawarkan artikel dengan pemikiran filosofis mendalam, koleksi ebook eksklusif, dan layanan penyelesaian tugas kuliah dan sekolah yang terpercaya.

comments

🌟 Attention, Valued Community Members! 🌟

We're delighted to have you engage in our vibrant discussions. To ensure a respectful and inclusive environment for everyone, we kindly request your cooperation with the following guidelines:

1. Respect Privacy: Please refrain from sharing sensitive or private information in your comments.

2. Spread Positivity: We uphold a zero-tolerance policy towards hate speech or abusive language. Let's keep our conversations respectful and friendly.

3. Language of Choice: Feel free to express yourself in either English or Hindi. These two languages will help us maintain clear and coherent discussions.

4. Respect Diversity: To foster an inclusive atmosphere, we kindly request that you avoid discussing religious matters in your comments.

Remember, your contributions are valued, and we appreciate your commitment to making our community a welcoming place for everyone. Let's continue to learn and grow together through constructive and respectful discussions.

Thank you for being a part of our vibrant community! 🌟
Cookie Consent
We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.
Site is Blocked
Sorry! This site is not available in your country.