New Post: Politik Anggaran dan Pengaruhnya pada Dana Bansos dalam Pembangunan Sosial-Ekonomi Read

Politik Anggaran dan Pengaruhnya pada Dana Bansos dalam Pembangunan Sosial-Ekonomi

Politik uang dan rekayasa anggaran menghambat pembangunan sosial-ekonomi, merusak integritas demokrasi, dan mengabaikan kebutuhan masyarakat.
10 mins Read
Politik Anggaran dan Pengaruhnya pada Dana Bansos dalam Pembangunan Sosial-Ekonomi
image: https://https://sabdaliterasi.shop/wp-conten/file/images/sabda-literasi-politik-anggaran-dan-pengaruhnya-pada-dana-bansos-dalam-pembangunan-sosial-ekonomi.jpg
Daftar Isi

Anggaran negara merupakan alat penting dalam pengembangan dan pengelolaan suatu negara, bukan hanya sebagai rencana keuangan tetapi juga sebagai instrumen kebijakan publik yang seharusnya memberikan jaminan sosial kepada masyarakat. Habibi dkk. (2018) mendefinisikan anggaran sebagai rencana keuangan yang disusun secara berkala berdasarkan program-program yang disetujui, diungkapkan dalam satuan uang untuk periode tertentu. Anggaran harus mencerminkan kebutuhan dan prioritas publik, serta mendukung keadilan sosial dan kesetaraan.

Namun, realitas di lapangan sering menunjukkan dinamika kompleks dalam proses penganggaran, terutama mengenai politik anggaran. Proses penganggaran melibatkan negosiasi dan lobbying di antara elit politik dan pemangku kepentingan, seringkali diwarnai oleh kepentingan pribadi dan kelompok tertentu. Praktik seperti pemotongan anggaran publik dan rekayasa anggaran (markup) untuk keuntungan pribadi masih terjadi, seperti yang terungkap oleh Wance (2019) dan N. L. L. Aziz (2016). Hal ini menunjukkan penyimpangan dalam pengelolaan anggaran yang seharusnya diarahkan kepada kepentingan publik.

Jusuf Kalla, Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2014-2019, mengakui adanya konten politik dalam distribusi dana bantuan sosial (bansos), terutama menjelang pemilihan umum. Trend ini menunjukkan bahwa anggaran bansos sering digunakan untuk mendapatkan dukungan politik, terutama oleh petahana yang berupaya mempertahankan posisinya. Hal ini diperkuat dengan peningkatan signifikan anggaran bansos menjelang tahun politik, seperti yang ditunjukkan oleh data Kementerian Keuangan pada Januari 2019, yang mencatat peningkatan tiga kali lipat dalam anggaran bansos dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Salah satu aspek yang mendukung penggunaan dana bansos untuk tujuan politik adalah sifat populis program bansos itu sendiri. Seperti yang diungkapkan oleh Saragintan & Hidayat (2016), program hibah dan bansos sering digunakan untuk kepentingan tertentu dalam konteks pemilihan umum, sering dilakukan oleh petahana atau kandidat. Mereka menggunakan Belanja Hibah (BH) dan Belanja Bantuan Sosial (BBS) sebagai alat untuk memenangkan dukungan dari pemilih, sebuah strategi yang dikenal sebagai "politik anggaran."

Data dari Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa realisasi belanja pemerintah pusat untuk dana bansos pada Januari 2019 mencapai Rp 15,1 triliun, naik tiga kali lipat dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Angka ini mencapai 15,59 persen dari total anggaran bansos dalam APBN 2019 sebesar Rp 97,06 triliun. Dibandingkan dengan realisasi dana bansos pada Januari 2018, yang hanya Rp 5,3 triliun, terjadi peningkatan sekitar 182,95 persen. Fenomena ini menunjukkan kecenderungan pemerintah untuk meningkatkan jumlah bantuan sosial menjelang tahun politik, sebuah strategi yang dianggap oleh banyak pihak, termasuk Wakil Ketua DPP Gerindra, Fadli Zon, sebagai tindakan populis yang bertujuan memengaruhi hasil pemilihan.

Di setiap negara, tanggung jawab atas kesejahteraan rakyat merupakan salah satu prioritas utama yang dilaksanakan melalui kebijakan alokasi anggaran dan implementasi berbagai program pemerintah. Terutama menjelang pemilihan umum, anggaran publik sering menjadi sorotan, mengingat potensinya untuk dipengaruhi oleh dinamika politik. Para ahli dalam politik anggaran mengakui bahwa periode menjelang pemilihan umum adalah waktu kritis di mana alokasi anggaran, khususnya untuk bantuan sosial, perlu perhatian khusus untuk menghindari penyalahgunaan yang dapat mempengaruhi integritas proses pemilihan.

Kemungkinan penggunaan anggaran bantuan sosial sebagai alat untuk mendapatkan dukungan menjelang Pemilihan Presiden 2019 menimbulkan kekhawatiran. Praktik seperti ini, yang pada dasarnya mirip dengan politik uang, memiliki risiko penyalahgunaan yang tinggi, terutama karena pengawasan penggunaan dana bantuan sosial cenderung lebih longgar dibandingkan dengan anggaran lainnya. Menurut A. Aziz (2019), hal ini menciptakan peluang bagi berbagai pihak untuk mengeksploitasi anggaran bantuan sosial untuk kepentingan politik mereka, menimbulkan kekhawatiran bahwa masyarakat dapat diarahkan untuk memilih kandidat tertentu dengan janji bantuan seperti itu.

Di sisi lain, keberadaan anggaran publik memainkan peran yang sangat penting dalam perencanaan pembangunan sosial-ekonomi, memastikan keberlanjutan, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat, seperti yang diungkapkan oleh Purwanto (2016). Namun, Hastuti (2018) dan Rahman (2018) menunjukkan adanya pola perubahan dalam alokasi anggaran pemerintah yang seringkali lebih dipengaruhi oleh aspek politik daripada aspek ekonomi. Fenomena ini menekankan pentingnya pengawasan dan transparansi yang ketat dalam pengelolaan anggaran publik, terutama menjelang pemilihan umum, untuk memastikan bahwa anggaran digunakan dengan bertanggung jawab dan benar-benar berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan rakyat.

Politik Uang dan Biaya Politik Tinggi

Biaya politik tinggi dalam setiap kontes pemilihan umum adalah fenomena yang tak terhindarkan, terutama karena tuntutan politik citra yang memerlukan kandidat untuk mendapatkan popularitas dan meningkat

kan elektabilitas sebelum pemilu. Persaingan yang intens dalam kampanye politik membutuhkan dana besar, akhirnya mendorong beberapa kandidat untuk mengadopsi praktik politik uang sebagai strategi untuk menarik dukungan. Praktik ini, yang sering melibatkan pembelian dan penjualan suara serta penyalahgunaan kekuasaan, semakin umum terjadi sebelum pemilihan, baik secara nasional maupun lokal, seperti yang terungkap oleh Wulandari (2012).

Istilah "politik uang" itu sendiri mengacu pada upaya untuk memengaruhi keputusan orang lain melalui imbalan materi, sebuah praktik yang sangat dikenal dalam proses politik dan kekuasaan. Menurut Solihah (2016), "politik uang" dapat berupa pemberian uang atau barang kepada pemilih dengan tujuan mendapatkan simpati dan memperoleh suara mereka. Ini merupakan transaksi yang menguntungkan kedua belah pihak, di mana satu pihak memberi dan pihak lain menerima sesuatu, baik materi atau non-materi, berdasarkan kesepakatan yang telah dibuat.

Pengembangan anggaran bantuan sosial sebelum pemilihan, sebagai salah satu mode "politik uang," menimbulkan kekhawatiran tentang kampanye yang tersembunyi dengan memanfaatkan kebutuhan dan harapan masyarakat. Praktik-praktik seperti ini tidak hanya mengganggu integritas proses pemilihan tetapi juga merusak prinsip demokrasi, yang seharusnya memberikan kesempatan yang sama bagi setiap kandidat untuk menyampaikan visi dan misi mereka tanpa mengandalkan imbalan materi. Dalam konteks ini, penting bagi semua pihak, termasuk lembaga pengawas, masyarakat sipil, dan pemilih sendiri, untuk meningkatkan kesadaran dan pengawasan terhadap praktik "politik uang" guna memastikan bahwa pemilihan dilakukan dengan adil dan transparan.

Politik Bantuan Anggaran

Politik bantuan anggaran, sebuah istilah yang awalnya bermakna upaya individu oleh politisi untuk mendapatkan suara pribadi dalam pemilihan, telah berkembang menjadi praktik alokasi anggaran yang sering berorientasi pada kepentingan pribadi kelompok tertentu, daripada kebutuhan publik secara keseluruhan. Seperti yang dijelaskan oleh Denemark (2000), konsep ini berasal dari upaya politisi untuk mendapatkan dukungan di daerah pemilihannya, sementara Golden dan Min (2013) mengartikulasikannya sebagai alokasi anggaran yang tidak sepenuhnya transparan atau adil. Saragintan dan Hidayat (2016) lebih jauh dengan mendefinisikan politik bantuan anggaran sebagai strategi anggota legislatif untuk mendapatkan dana untuk membawa kepada konstituennya di daerah mereka, dengan harapan konstituen tersebut akan memberikan insentif berupa suara dalam pemilihan berikutnya.

Politik bantuan anggaran, juga dikenal sebagai "Pork Barrel Politics" dalam beberapa konteks Indonesia, mengacu pada praktik di mana politisi atau pejabat pemerintah mengalokasikan dana pemerintah untuk proyek-proyek lokal di daerah pemilihannya dengan tujuan utama untuk mendapatkan dukungan politik, suara, atau keuntungan pribadi. Proyek-proyek ini sering dipilih bukan berdasarkan kebutuhan publik atau prioritas nasional tetapi karena potensi mereka untuk meningkatkan popularitas atau elektabilitas politisi di mata pemilih lokal. Praktik ini dapat mengakibatkan alokasi sumber daya yang tidak efisien, karena dana dihabiskan untuk proyek-proyek yang mungkin tidak memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat secara keseluruhan tetapi lebih bertujuan untuk memperkuat basis dukungan politik individu atau partai tertentu.

Dalam praktiknya, politik bantuan anggaran dapat dilihat sebagai alat bagi kandidat petahana untuk meningkatkan elektabilitas mereka melalui alokasi anggaran yang selektif untuk program-program yang dianggap memberikan manfaat langsung kepada konstituen. Pendekatan ini sering lebih efektif dalam sistem pemungutan suara langsung oleh publik, seperti yang dijelaskan oleh Hessami (2014), karena memungkinkan kandidat untuk secara langsung menunjukkan 'bukti' dukungan kepada konstituen. John Farejohn mengidentifikasi beberapa alasan mengapa politisi, terutama petahana, mungkin memilih untuk terlibat dalam politik bantuan anggaran, termasuk keyakinan bahwa membawa proyek-proyek ke daerah pemilihannya dapat memperkuat citra positifnya di mata pemilih, menciptakan persepsi ketangguhan untuk melawan kandidat pesaing potensial, dan mendapatkan 'aset' untuk mengejar tujuan legislasi yang dianggap penting.

Namun, kritik terhadap politik bantuan anggaran menyoroti dampak negatif potensialnya terhadap distribusi sumber daya yang adil dan efisien. Membiayai proyek-proyek berdasarkan kepentingan politik, bukan kebutuhan masyarakat, dapat menyebabkan pemborosan sumber daya dan korupsi, serta merusak kepercayaan publik terhadap institusi politik. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat dan lembaga pengawas untuk memantau dan mengevaluasi praktik alokasi anggaran, memastikan bahwa keputusan anggaran dibuat berdasarkan kepentingan publik yang lebih luas daripada sekadar memenangkan suara dalam pemilihan.

Fenomena politik bantuan anggaran menunjukkan karakteristik unik dalam pengelolaan anggaran dan kebijakan publik, terutama menjelang pemilihan umum. Karakteristik ini termasuk praktik oleh pemimpin pemerintah untuk mendapatkan dukungan pemilih agar terpilih kembali, menggunakan anggaran negara yang dialokasikan melalui program-program pemerintah dari pusat hingga daerah. Sifat regional atau lokal dari politik bantuan anggaran menunjukkan bahwa hanya kelompok tertentu di su

atu wilayah tertentu yang mendapat manfaat dari alokasi dana ini. Selain itu, politik ini tidak secara langsung mengikat konstituen untuk memilih pemimpin yang sudah ada karena bantuan biasanya diberikan sebelum pemilihan tanpa perjanjian formal (Saragintan & Hidayat, 2016).

Dalam konteks yang lebih luas, politik anggaran memainkan peran yang signifikan dalam proses penyerapan anggaran oleh eksekutif, di mana regulasi, perencanaan anggaran, dan pengadaan barang/jasa sangat memengaruhi efektivitas penyerapan anggaran (Tessa, 2018; Ramadhani & Setiawan, 2019). Namun, penyerapan anggaran seringkali tidak optimal karena keterlambatan dalam persetujuan anggaran dan tarik-menarik politik antara cabang legislatif dan eksekutif dalam penetapan anggaran (Rezeki & Hasanuddin, 2017).

Ketegasan dalam kebijakan anggaran dapat memfasilitasi pemerintah dalam mengawasi proses alokasi anggaran oleh anggota dewan untuk pembangunan yang direncanakan (Murhaban & Munandar, 2019). Namun, masalah anggaran sering kali terkait dengan kepentingan politik elit dan penguasa yang bersaing untuk memenuhi kepentingan mereka (N. L. L. Aziz, 2016). Di sektor publik, anggaran berfungsi sebagai dokumen politik yang mewakili komitmen eksekutif dan kesepakatan legislatif dalam penggunaan dana publik untuk mencapai tujuan tertentu, seringkali lebih berorientasi pada kepentingan politik daripada kepentingan publik (Habibi et al., 2018).

Sebagai kesimpulan, dinamika politik bantuan anggaran dan pengelolaan anggaran dalam konteks politik yang lebih luas menunjukkan kompleksitas interaksi antara kebijakan publik, kepentingan politik, dan tata kelola. Penting bagi pemerintah dan pembuat kebijakan untuk menciptakan mekanisme pengawasan dan transparansi yang lebih baik dalam pengelolaan anggaran untuk memastikan bahwa alokasi anggaran publik benar-benar diarahkan untuk kesejahteraan umum, bukan hanya untuk kepentingan politik jangka pendek.

Kompleksitas Perencanaan dan Evaluasi Anggaran Sektor Publik

Proses perencanaan dan evaluasi anggaran di sektor publik menghadapi tantangan signifikan, membutuhkan kombinasi keterampilan manajerial yang kuat, kekuatan politik, kemampuan membangun koalisi, dan pengalaman negosiasi yang mendalam. Laksono (2017) menekankan pentingnya memahami prinsip-prinsip dasar keuangan manajerial di sektor publik dalam melaksanakan tugas-tugas ini. Dinamika antara cabang eksekutif dan legislatif dalam perencanaan anggaran, terutama di tingkat lokal, sering didominasi oleh tahapan diskusi anggaran di komite, di mana kekuasaan legislatif cenderung mendominasi (Wance, 2019). Namun, dominasi eksekutif dalam dinamika politik diskusi anggaran dapat mengakibatkan kurangnya akomodasi terhadap proposal legislatif (Zulfikar & Effendi, 2018).

Pentingnya kejelasan, kinerja, dan referensi terhadap anggaran tahun sebelumnya dalam persiapan anggaran juga tidak boleh diabaikan, sebagai aspek kritis yang menentukan efektivitas dan efisiensi penggunaan sumber daya publik (Mentang et al., 2020). Berbagai studi empiris telah menguji aspek-aspek ini dalam konteks politik anggaran, memberikan wawasan berharga tentang pengaruh mereka terhadap proses penyerapan anggaran. Tessa (2018) menemukan bahwa politik anggaran berdampak signifikan pada penyerapan anggaran oleh eksekutif, sementara Zulfikar dan Efendi (2018) mengamati bahwa dominasi eksekutif dalam diskusi anggaran dapat menghambat akomodasi proposal legislatif.

Nugraheni dan Hidayat (2018) mengungkapkan bahwa kesenjangan antara anggaran dan realisasi sering kali dipengaruhi oleh kebijakan publik dan kepentingan politik, menunjukkan kompleksitas interaksi antara perencanaan anggaran dan implementasinya. Di sisi lain, Habibi (2018) menyoroti bagaimana kandidat petahana dapat menggunakan belanja hibah dan bantuan sosial sebagai strategi untuk meningkatkan dukungan pemilih sebelum pemilihan.

Secara keseluruhan, temuan ini menyoroti kompleksitas yang terlibat dalam perencanaan dan evaluasi anggaran sektor publik, yang bergantung tidak hanya pada keterampilan manajerial dan keuangan tetapi juga pada dinamika politik yang mempengaruhi keputusan anggaran. Oleh karena itu, transparansi, akuntabilitas, dan pengawasan yang kuat penting untuk memastikan bahwa anggaran sektor publik diarahkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara adil dan efisien, sambil meminimalkan pengaruh kepentingan politik yang mungkin mengganggu proses ini.

About Us

Platform yang menawarkan artikel dengan pemikiran filosofis mendalam, koleksi ebook eksklusif, dan layanan penyelesaian tugas kuliah dan sekolah yang terpercaya.

comments

🌟 Attention, Valued Community Members! 🌟

We're delighted to have you engage in our vibrant discussions. To ensure a respectful and inclusive environment for everyone, we kindly request your cooperation with the following guidelines:

1. Respect Privacy: Please refrain from sharing sensitive or private information in your comments.

2. Spread Positivity: We uphold a zero-tolerance policy towards hate speech or abusive language. Let's keep our conversations respectful and friendly.

3. Language of Choice: Feel free to express yourself in either English or Hindi. These two languages will help us maintain clear and coherent discussions.

4. Respect Diversity: To foster an inclusive atmosphere, we kindly request that you avoid discussing religious matters in your comments.

Remember, your contributions are valued, and we appreciate your commitment to making our community a welcoming place for everyone. Let's continue to learn and grow together through constructive and respectful discussions.

Thank you for being a part of our vibrant community! 🌟
Cookie Consent
We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.
Site is Blocked
Sorry! This site is not available in your country.