image: https://cdn.jsdelivr.net/gh/ajax-jquery/asset.sabdaliterasi.shop/main/2024-02-08-tugas-lakilaki-dan-perempuan-tanpa-pembatasan.jpg |
Daftar Isi
Saya bertanya-tanya mengapa dalam banyak diskusi tentang gender, jumlah peserta laki-laki lebih sedikit daripada perempuan. Padahal, diskusi tersebut sering kali menyoroti perempuan sebagai korban atau pihak yang rentan dalam konteks ketidaksetaraan. Sementara itu, laki-laki cenderung diidentifikasi sebagai pelaku.
Menurut hemat saya, dalam diskusi feminisme atau gender, yang secara umum fokus pada isu-isu ketidaksetaraan yang dialami perempuan, seharusnya kita juga menyadari peran pelaku dalam sistem ketidaksetaraan tersebut, yaitu laki-laki.
Saya berpikir, jika laki-laki memahami diskusi ini, mereka dapat membantu mengurangi sistem yang tidak mengakui keadilan gender. Jika hanya istri yang memahami konsep ini dalam rumah tangga, akan sulit untuk mewujudkan substansi substansi yang terkandung dalam diskusi tentang keadilan, karena kurangnya kesesuaian pandangan antara kedua belah pihak.
Kesetaraan Gender dalam Pengetahuan dan Harmoni Keluarga
Tidak ada disiplin ilmu yang secara eksklusif ditujukan hanya untuk pria atau wanita. Meskipun demikian, beberapa bidang pengetahuan cenderung menyoroti satu gender tertentu dalam penelitiannya. Sebagai contoh, ada bidang yang lebih fokus pada masalah yang dihadapi oleh wanita, seperti studi tentang menstruasi, obstetri, kesehatan reproduksi, dan topik sejenisnya. Di sisi lain, ada pula bidang yang lebih cenderung ke arah pria, seperti studi tentang maskulinitas atau kesehatan terkait disfungsi ereksi pada pria.
Dalam sebuah acara Akademi Mubadalah Muda (AMM) pada tahun 2023, Dr. Nur Rofi’ah, seorang pakar dalam bidang tersebut, menegaskan bahwa penting bagi istri untuk memahami masalah ereksi yang dialami oleh suami mereka. Hal ini bertujuan agar dapat memahami kondisi serta kebutuhan seksualitasnya dengan baik, sehingga terhindar dari kesalahpahaman yang tidak diinginkan.
Meskipun ada kecenderungan dalam penelitian ilmiah untuk lebih fokus pada satu gender, hal ini tidak berarti bahwa pengetahuan tersebut hanya relevan atau penting bagi gender tertentu saja. Sebaliknya, penting bagi semua pihak, termasuk gender lainnya, untuk memahami dan menguasai pengetahuan tersebut. Tujuannya adalah agar pengetahuan tersebut tidak hanya tersimpan dalam tingkat pemahaman kognitif semata, melainkan juga dapat diterapkan dan diintegrasikan dalam kehidupan sehari-hari dengan baik.
Realisasi kehidupan sangat berkaitan erat dengan hubungan antara laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu, meskipun ada kategori ilmu yang lebih berfokus pada urusan perempuan, laki-laki juga sebaiknya memahaminya, meskipun mereka tidak mengalaminya secara langsung. Hal ini karena pengetahuan tersebut dapat memberikan manfaat yang minimal dalam lingkup keluarga, baik untuk pasangan maupun anak perempuan mereka.
Sama halnya, perempuan juga sebaiknya memahami kategori ilmu yang berkaitan dengan urusan laki-laki. Pengetahuan ini akan berguna dalam konteks rumah tangga, membantu mereka memahami kondisi suami mereka dengan lebih baik.
Dengan saling memahami pengetahuan tentang ilmu-ilmu yang disebutkan di atas, sebuah keluarga memiliki potensi untuk menjalani kehidupan yang lebih harmonis. Hal ini terjadi karena adanya keselarasan dalam pemahaman terhadap masalah yang dihadapi antara kedua belah pihak.
Kewajiban Menyebarkan Ilmu dan Kesetaraan Gender dalam Mencari Pendidikan
Menyebarkan ilmu dan memerintahkan kebaikan serta mencegah keburukan adalah tanggung jawab setiap hamba Tuhan. Syekh Muhammad bin Muhammad al-Hasani al-Zubaidi mengutip sebuah hadits dari Nabi dalam kitabnya "Ittihaf al-Sadah al-Muttaqien bi al-Syarh Ihya Ulum al-Din".
Artinya sebagai berikut:
"Seseorang tidak akan melakukan perintah kebaikan dan mencegah keburukan kecuali orang tersebut memiliki sikap yang lemah lembut, bijaksana, dan memahami baik hal-hal yang baik yang dia perintahkan maupun hal-hal yang buruk yang dia cegah."
Dari hadits tersebut, kita bisa memahami bahwa hal yang menjadi fokus dalam memerintahkan kebaikan dan mencegah keburukan adalah sikap dan kemampuan individu tersebut, bukan ditinjau dari jenis kelaminnya.
Tugas mencari ilmu merupakan kewajiban bagi laki-laki maupun perempuan. Sebagaimana yang kita dengar dari hadits Nabi yang terkenal, yang maknanya adalah "Mencari ilmu adalah wajib bagi setiap laki-laki Muslim dan perempuan Muslimah." Dengan demikian, tidak ada batasan antara laki-laki dan perempuan dalam hal kesempatan untuk mengejar ilmu dan pendidikan.
Kesetaraan hak antara laki-laki dan perempuan dalam mencari ilmu menunjukkan bahwa dalam sebuah keluarga, tidak seharusnya ada istilah yang memberikan prioritas tertentu dalam hal pendidikan, terutama berdasarkan pertimbangan gender.
Kesimpulan
Dalam banyak diskusi tentang gender, sering kali terjadi ketidakseimbangan jumlah peserta antara laki-laki dan perempuan, meskipun topik yang dibahas mencakup isu-isu yang berkaitan dengan kedua gender.
Dalam konteks feminisme atau gender, penting untuk memperhatikan peran serta laki-laki dalam mengatasi ketidaksetaraan gender, bukan hanya mengidentifikasi perempuan sebagai korban. Memahami dan menerapkan konsep kesetaraan gender dalam rumah tangga merupakan langkah penting dalam menciptakan harmoni dan keadilan dalam hubungan antara laki-laki dan perempuan.
Kesimpulannya, kesetaraan gender tidak hanya penting dalam pengetahuan dan pendidikan, tetapi juga dalam praktek sehari-hari untuk mencapai hubungan yang seimbang dan harmonis antara kedua gender.