New Post: Politik Anggaran dan Pengaruhnya pada Dana Bansos dalam Pembangunan Sosial-Ekonomi Read

Agus Salim: Kesetaraan Kaum Perempuan

Agus Salim menolak tawaran tersebut dengan kekecewaan, menyuarakan ketidaksetujuannya terhadap kenyataan bahwa Kartini, sebagai anak bangsawan Jawa.
5 mins Read
Agus Salim: Kesetaraan Kaum Perempuan
image: https://asset.sabdaliterasi.shop/img/agus-salim-kesetaraan-kaum-perempuan.jpg
Daftar Isi

Pada awal masa kemerdekaan, seorang tokoh nasional yang memiliki nama asli Mashudul Haq, yang bermakna "Pembela Kebenaran," dikenal sebagai Agus Salim. Sejak usia 25 tahun, Agus Salim, yang muda, telah menjadi polyglot yang mampu menguasai lebih dari 7 bahasa asing, termasuk Arab, Belanda, Inggris, Jerman, Jepang, Prancis, dan Turki.

Pada suatu waktu, Agus Salim, yang memiliki seorang adik beragama Katolik, memiliki cita-cita untuk menempuh studi kedokteran. Namun, karena keterbatasan kondisi keuangan, mimpi tersebut tidak dapat terwujud. Akhirnya, Agus Salim memutuskan untuk pergi ke Jeddah, di mana ia bekerja sebagai penerjemah di Konsulat Belanda.

Meskipun pada periode tersebut masih ada peluang lain, seorang tokoh besar, R.A. Kartini, mendapat tawaran pendidikan dari pemerintah Belanda. Namun, hambatan kebudayaan pada masa itu belum memungkinkan seorang perempuan untuk menempuh pendidikan tinggi. Oleh karena itu, Kartini mengirim surat kepada pihak Belanda, menyarankan agar beasiswa tersebut dialihkan kepada Agus Salim, yang lebih muda dan memiliki potensi besar.

Namun, respons dari Agus Salim tidak mencerminkan kegembiraan. Sebaliknya, ia merasa tersinggung dengan sikap pemerintah yang dianggapnya diskriminatif. Agus Salim menolak tawaran tersebut dengan kekecewaan, menyuarakan ketidaksetujuannya terhadap kenyataan bahwa Kartini, sebagai anak bangsawan Jawa dengan hubungan baik di kalangan pejabat Hindia-Belanda, lebih mudah mendapatkan beasiswa. Dengan rasa kecewa yang sedikit, Agus Salim akhirnya menolak untuk pergi ke Belanda.

Dukung Kesetaraan Perempuan Pribumi

Meskipun Agus Salim memiliki sejarah ketegangan yang tipis dengan tokoh pejuang perempuan, hal itu tidak berarti dia menolak gagasan Kartini. Sebagai pemikir dan pejuang keadilan, H. Agus Salim turut serta dalam mendukung kesetaraan kaum perempuan pribumi.

Dalam surat kabar yang dia dirikan, Neratja, Agus Salim pernah menulis artikel berjudul "Kemajuan Perempuan Bumiputera" (S.k. Neratja, Selasa 4 Sept 1917, No. 45, Th. 1). Tulisan ini dibuat pada awal usia surat kabar tersebut berdiri, mencerminkan prioritas Agus Salim terhadap kemajuan kaum perempuan di tanah air, khususnya dalam akses terhadap pendidikan.

Mengulas arsip lama ini memberikan kesempatan untuk menjelajahi potongan peristiwa dan konteks masa silam yang sangat berbeda dengan masa sekarang. Pada usia 33 tahun, Agus Salim sudah memberikan kritik tajam terhadap situasi patriarkal yang tidak adil. Dalam ejaan lama, ia menulis:

"...akan tetapi karena adat kita yang kuno, perempuan selalu dianggap sebagai 'kutu rumah' atau 'kutu dapur', terlebih lagi karena pikiran yang sesat yang menyatakan bahwa agama Islam menjadi hambatan untuk mengajar anak-anak perempuan. Oleh karena itu, saat mata dan hati kita pertama kali terbuka, kita sangat kurang memperhatikan pendidikan anak-anak perempuan. Selain itu, guru kita, yaitu bangsa Eropa, masih selalu lebih memprioritaskan pendidikan anak laki-laki daripada anak perempuan, saat kita mulai meniru teladan mereka."

Kritik tersebut mencerminkan kesadaran Agus Salim terhadap ketidaksetaraan akses pendidikan pada masa itu. Tidak hanya kultur Nusantara yang memarginalkan perempuan, tetapi juga budaya Eropa yang dianggap berpendidikan masih melakukan diskriminasi dalam menentukan pendidikan bagi anak-anak mereka, dengan lebih memprioritaskan anak laki-laki. Dengan demikian, peradaban terus berjalan dalam ketidakseimbangan, menjadi miring, dan tidak merata.

Agus Salim lebih lanjut mengungkapkan bahwa situasi ini menghasilkan konsekuensi yang buruk, menurutnya, "pikiran dan aturan yang tidak adil itu segera menghasilkan hasil yang kurang baik."

Kekhawatiran yang Tetap Relevan Hingga Sekarang

Agus Salim menggambarkan bahwa alasan banyak orang tua pada masa itu menghindarkan anak perempuannya dari pendidikan tinggi sangat beragam. Hal ini disebabkan oleh pagar adat budaya, ketersediaan sumber daya yang terbatas, dan kecemasan lainnya. Salah satu isu yang diangkat oleh Agus Salim dalam artikel lamanya adalah masalah "jodoh".

Jika banyak anak perempuan pribumi menempuh pendidikan tinggi, terutama di luar negeri, maka pemuda-pemuda Bumiputera cenderung menghindar. Ini merupakan hasil dari konstruksi budaya maskulinitas yang bersifat toksik. Namun, pemahaman kita menjadi lebih jelas bahwa kekhawatiran ini, yang terungkap pada tahun 1917, ternyata masih relevan hingga saat ini.

Lebih jauh lagi, Agus Salim menjelaskan bahwa dari kalangan mampu, mereka menyekolahkan gadis-gadis Bumiputera. Namun, hasilnya adalah generasi perempuan ini menjadi tiruan bangsa Belanda. Agus Salim melanjutkan:

"Ketika gadis-gadis itu menyelesaikan pendidikan mereka, pemahaman, perhatian, dan perasaan mereka lebih mirip dengan bangsa Belanda daripada pemahaman, perhatian, dan perasaan Bumiputera, yang seharusnya diperkaya dan diperbaiki dengan pendidikan dan kecerdasan."

Dalam tulisannya, yang diberi julukan "The Grand Old Man," Agus Salim melanjutkan:

"Sehingga, dengan kondisi seperti itu, muncul keinginan pada gadis-gadis tersebut untuk mencari jodohnya dari bangsa Eropa, karena di dalam hati mereka telah tumbuh ketidakpuasan terhadap pemuda-pemuda bangsa kita."

Agus Salim menyoroti kebencian dan rasa jijik yang muncul pada perempuan terdidik terhadap pria Bumiputera, karena beberapa karakter pemuda pada masa itu sering menganggap rendah gadis-gadis Bumiputera. Terkadang, pemuda tersebut bahkan memandang rendah, merendahkan, dan mempermainkan kaum perempuan. Bagi Agus Salim, perilaku ini akan membahayakan kemajuan bangsa dan peradaban.

Pendidikan Kesetaraan: Prinsip Budi Pekerti dan Kesalingpengertian

Dalam konteks ini, Agus Salim mendukung inisiatif-inisiatif pendidikan yang berkembang pada masa itu, dengan fokus utama pada perempuan. Ia juga menekankan pentingnya peningkatan kualitas guru perempuan yang dapat memahami kondisi masyarakatnya sambil mendukung kemajuan kaumnya. Pada titik ini, Agus Salim menyoroti prinsip budi pekerti dan kesalingpahaman antara laki-laki dan perempuan, yang sebaiknya dimulai dalam ranah pendidikan.

Agus Salim menuliskan: “Dalam sekolah, anak-anak harus mendapatkan pendidikan untuk tubuh, hati, dan akal budi, yaitu tubuh agar menjadi subur, kuat, dan indah, hati agar menjadi baik, yakni bertambah budi pekerti dan sopan santun dalam perilaku, dan akal agar bertambah banyak kecerdasan dan pengetahuan.”

Dalam hal membina rumah tangga, yang merupakan pilar terkecil dari suatu bangsa, Agus Salim membagikan pandangannya. Menurutnya, hubungan antara laki-laki dan perempuan haruslah seimbang dan adil. “Laki-laki dan perempuan harus hidup bersama-sama, bekerja bersama-sama untuk meningkatkan kemajuan rumah tangganya dan anak-anaknya, guna meningkatkan kesempurnaan, ketentraman, dan kesejahteraan dunia.”

Untuk mencapai hal tersebut, Agus Salim menegaskan, “Laki-laki dan perempuan harus memiliki pemahaman yang sejalan, pendapatan yang setara, pikiran yang serupa, dan cita-cita yang sama. Mereka harus saling berbagi pengetahuan, terutama pengetahuan umum yang berhubungan dengan kehidupan masing-masing, rumah tangganya, dan bangsanya.”

Tokoh yang pernah berdagang arang untuk mencari nafkah ini menegaskan bahwa konsep "kesesuaian" yang diinginkannya adalah overeenstemming atau harmoni. Dan hal ini hanya dapat tercapai jika pendidikan diarahkan untuk "setara, sebaya, dan serupa." Menurutnya, tidak baik jika masing-masing pihak hanya mengutamakan kepentingan dirinya sendiri. Demikianlah pandangan Agus Salim mengenai pentingnya kesetaraan dan kerja sama antara laki-laki dan perempuan dalam pendidikan dan kehidupan berkeluarga.

About Us

Platform yang menawarkan artikel dengan pemikiran filosofis mendalam, koleksi ebook eksklusif, dan layanan penyelesaian tugas kuliah dan sekolah yang terpercaya.

comments

🌟 Attention, Valued Community Members! 🌟

We're delighted to have you engage in our vibrant discussions. To ensure a respectful and inclusive environment for everyone, we kindly request your cooperation with the following guidelines:

1. Respect Privacy: Please refrain from sharing sensitive or private information in your comments.

2. Spread Positivity: We uphold a zero-tolerance policy towards hate speech or abusive language. Let's keep our conversations respectful and friendly.

3. Language of Choice: Feel free to express yourself in either English or Hindi. These two languages will help us maintain clear and coherent discussions.

4. Respect Diversity: To foster an inclusive atmosphere, we kindly request that you avoid discussing religious matters in your comments.

Remember, your contributions are valued, and we appreciate your commitment to making our community a welcoming place for everyone. Let's continue to learn and grow together through constructive and respectful discussions.

Thank you for being a part of our vibrant community! 🌟
Cookie Consent
We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.
Site is Blocked
Sorry! This site is not available in your country.