Female Breadwinner: Tantangan Norma Gender Tradisional.

Fenomena female breadwinner semakin berkembang seiring dengan peningkatan jumlah perempuan yang terlibat dalam pasar tenaga kerja dan berhasil mendapatkan peker

Female breadwinner merujuk pada perempuan yang menjadi pencari nafkah utama dalam keluarga. Dalam konteks saat ini, fenomena ini semakin berkembang, terutama di kota-kota industri.

Namun, munculnya female breadwinner menimbulkan anggapan bahwa peran utama perempuan dalam mencari nafkah dapat berdampak pada stabilitas keluarga. Hal ini sering dianggap bertentangan dengan norma-norma gender yang telah ada dalam masyarakat yang cenderung patriarki.

Dengan perubahan dan transformasi dalam sistem perkotaan, semakin banyak perempuan yang dapat mengakses pendidikan dan bekerja di luar rumah. Selain itu, ada juga banyak laki-laki yang mengalami pengangguran dan penurunan pendapatan.

Latar belakang pergeseran dan pertukaran peran pencari nafkah dalam keluarga mencerminkan realitas pekerjaan saat ini yang mengubah dan menegosiasikan ulang cara kebutuhan rumah tangga dipenuhi, menggoyahkan sistem patriarki yang telah ada sebelumnya. Semakin banyak perempuan di pusat perkotaan yang mengemban peran sebagai pencari nafkah, menjadi tiang utama keluarga mereka.

Secara budaya, tradisi menyatakan bahwa laki-laki adalah kepala keluarga yang bertanggung jawab memimpin dan mencari nafkah untuk keluarga mereka. Ini mencakup memberikan dukungan finansial kepada istri, anak-anak, dan bahkan keluarga besar. Namun, dalam konteks modern, paradigma ini mengalami pergeseran signifikan.

Dalam kerangka pembagian tugas dan peran sesuai aturan sosial, perempuan diharapkan untuk mengemban tanggung jawab terkait pekerjaan rumah tangga dan merawat keluarga, termasuk kegiatan memasak, mengurus anak-anak, dan suami.

Peran-peran ini didasarkan pada ideologi gender tradisional dan norma-norma sosial yang telah melekat, sehingga menjadi konstruksi sosial. Oleh karena itu, konsep female breadwinner dalam masyarakat patriarki dianggap tabu karena tidak sesuai dengan tatanan gender dan norma-norma yang telah ada dalam masyarakat tradisional.

Perubahan sosial sering kali memengaruhi norma dan aturan peran gender dalam keluarga. Ini terlihat dari peningkatan pasangan dengan penghasilan ganda, yang merupakan tantangan awal bagi laki-laki yang mengikuti pola tradisional.

Perluasan peran female breadwinner terjadi seiring dengan peningkatan jumlah perempuan yang terlibat dalam pasar tenaga kerja, termasuk pekerjaan yang sebelumnya dianggap maskulin. Globalisasi juga berperan dalam mengubah tradisi dan mengatasi hambatan sosio-ekonomi yang bersifat tradisional. Hal ini terjadi terutama ketika pekerjaan tradisional yang sebelumnya dipegang oleh laki-laki dialihkan kepada perempuan tanpa mempertimbangkan identitas gender.

Dampaknya adalah kehilangan pekerjaan oleh banyak laki-laki dan peningkatan jumlah perempuan yang menjadi pencari nafkah utama, menjadi penopang ekonomi keluarga.

Double Burden dan Tantangan Bagi Perempuan Pencari Nafkah Dalam Keluarga

Kehidupan sebagai female breadwinner membawa sejumlah tantangan dan dampak yang beragam. Tantangan tersebut melibatkan konflik dalam hubungan pasangan, stres berlebihan, kurangnya waktu pribadi karena beban keluarga, dan kurangnya penghargaan terhadap peran laki-laki dalam rumah tangga.

Tantangan-tantangan ini sering menjadi pemicu konflik rumah tangga, dengan tingkat kebahagiaan dan kepuasan yang rendah, karena laki-laki sulit menjalankan peran tradisional mereka sebagai pencari nafkah. Sebaliknya, perempuan harus menghadapi peran yang tidak biasa, yaitu menjadi pencari nafkah utama.

Peran female breadwinner juga membawa risiko negatif dalam konteks keluarga besar, di mana pengungkapan bahwa perempuan menjadi pencari nafkah utama dapat mengakibatkan kurangnya penghormatan terhadap suami, tekanan terhadap suami, dan pandangan bahwa suami tidak mampu mengurus anak dan istri.

Penting untuk memperhatikan bagaimana perempuan mengatasi tanggung jawab pekerjaan, baik di rumah maupun di luar rumah, karena kedua aspek tersebut saling terkait. Pemahaman terhadap dinamika keluarga dan perempuan dalam berbagai situasi dan konteks menjadi kunci untuk menjaga keberlanjutan dan eksistensi keluarga.

Dalam sistem patriarki, laki-laki dianggap sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah utama. Namun, dalam era modernisasi, dinamika masyarakat mengalami perubahan, mempengaruhi peran, kapasitas, dan kinerja dalam keluarga secara keseluruhan.

Budaya patriarki yang konservatif terhadap perubahan dan berlandaskan pada norma-norma yang mempertahankan ketidaksetaraan gender perlu dihadapi dan direkonstruksi. Dengan munculnya female breadwinner dalam era modernisasi dan globalisasi, batasan patriarki harus direvisi agar sesuai dengan realitas yang ada.

Pertukaran dan pergeseran peran harus diakui dan direkonstruksi sesuai dengan konteks kontemporer. Oleh karena itu, female breadwinner tidak dapat dianggap sebagai penyimpangan atau pelanggaran terhadap norma budaya gender, melainkan sebagai respons terhadap perubahan realitas sosial, pendidikan, dan ekonomi yang memaksa negosiasi ulang peran di antara anggota keluarga.

Admin

Sabda Literasi Palu

Platform yang menawarkan artikel dengan pemikiran filosofis mendalam, koleksi ebook eksklusif dan legal, serta layanan penyelesaian tugas kuliah dan sekolah yang terpercaya.

Rekomendasi Artikel

Produk Kami